Dalam sebuah persahabatan, besar atau kecil tindakan yang dilakukan untuk sahabatnya punya nilai yang sama. Keduanya adalah pupuk yang baik untuk menyuburkan pohon persahabatan yang sejati. Di dalamnya, terkandung ketulusan, kesetiaan, kejujuran, dan kerelaan untuk berkorban.
Maria, 14 tahun, menceritakan seorang teman yang bersedia disalahkan ketika dirinya berkelahi di sekolah. Sang teman rela menerima keputusan dirinya diskors selama tujuh hari. Sementara, Marissa, 16 tahun, menceritakan bagaimana dia menemukan perbedaan antara teman sejati dan teman biasa ketika ia mengikuti study tour ke luar kota.
"Waktu itu, aku sakit. Setiba di hotel, aku mual luar biasa. Temanku menyusul ke kamar mandi untuk memegangi rambutku saat aku muntah-muntah," kata Marissa. "Dia berdiri di dekatku, ketika teman-teman yang lain berteriak kepadaku agar aku segera membersihkan lantai."
Konon, hampir semua orang dianugerahi seorang teman sejati dalam hidupnya. Teman sejati yang akan menyangga mereka di saat menghadapi keterpurukan. Seorang teman sejati muncul dari semua teman atau kenalan yang kita miliki. Jika diibaratkan dengan piramid, teman sejati berada di “puncak”, sedangkan teman-teman lain berada di bawahnya. Meski begitu, bukan berarti teman lainnya enggak berguna. Ingat, puncak piramid disangga oleh susunan batu-batuan di bawahnya! So, jangan pernah meremehkan arti setiap temanmu, seberapa pun jauh jaraknya di hatimu.
Dalam hubungan sehari-hari, komunikasi dengan sahabat alias sohib sejati seperti koneksi HP yang begitu clear. Seolah kita sama-sama berada pada frekuensi pas. "Sahabat sejati mengertimu, sekalipun saat kamu enggak mengatakan apa-apa," kata Casey, 14 tahun. Sebab, "Kami memahami bahasa masing-masing," imbuh Kayla, 15 tahun.
Bagi seorang sahabat sejati, adalah sebuah kebahagiaan tersendiri ketika dapat melakukan hal yang terbaik untuk sahabatnya. Apa yang dilakukan itu sama sekali tidak berisi harapan untuk mendapatkan imbalan, bahkan pujian sekalipun.
"Hal terindah yang pernah gue lakuin buat teman gue adalah ketika gue membiarkan dia jalan bareng mantan pacar gue, tanpa memberitahunya bahwa gue sangat membenci hubungan mereka," kata Rae, 14 tahun.
Sunya, 16 tahun, menceritakan seorang temannya yang dengan cekatan membebaskannya sewaktu dirinya kedapatan mengutil di sebuah mal karena dorongan kleptomania. Setelah kejadian itu, dengan setia si teman menyokong dan mendampingi Sunya menjalani terapi yang melelahkan sampai akhirnya dia sembuh total.
“Dia menjaga rahasiaku dengan ketat. Enggak seorang pun tahu aku pernah mengidap kelainan jiwa yang memalukan,” ucap Sunya.
Sebaliknya, Jackie, 14 tahun, mengatakan bahwa hal terindah yang pernah dilakukan seorang teman untuk dirinya adalah ketika si teman membocorkan kepada ibunya rahasia yang ia sampaikan kepada temannya itu—bahwa ia mengalami depresi yang hebat.
"Aku wanti-wanti mengatakan kepadanya supaya menyimpan rapat-rapat rahasiaku. Dia berjanji untuk itu. Tapi, demi menyelamatkan hidupku, dia melanggar janjinya," tutur Jackie. "Aku beruntung memilikinya."
Tidak semua berpikir bahwa penting untuk memiliki sohib. Molly, 14 tahun, mengatakan bahwa bersama teman-temannya ia membangun semua aspek untuk mendapatkan apa yang didapat dari sahabat sejati.
"Aku memiliki teman-teman tempat curhat dan memercayai mereka dapat menjaga kerahasiaannya," kata Molly. Lalu, ia mengatakan bahwa ia memiliki teman-teman yang cerdas, lucu, dongok, yang dengan suka cita menjadi bodyguard, dan teman-teman yang dapat diajak untuk pergi hang out di akhir pekan.
Menurut Molly, enggak ada satu pun dari teman yang benar-benar dapat mengisi ruang kosong dalam hidupmu. So, “Semuanya penting!” tandasnya.
Ketika Sohib Pindah
Banyak orang baru menyadari nilai sebuah persahabatan setelah si sohib pergi. Anne, 15 tahun, menceritakan teman dekatnya yang memutuskan untuk bunuh diri. Ia merasa amat kehilangan. Dari situ, ia memehami nilai seorang teman.
Lalu, nasihatnya: “Rawatlah persahabatanmu. Beri yang terbaik buat mereka seperti kamu hanya memiliki satu hari terakhir bersama mereka.”
Ya, “Pokoknya, beri yang terbaik,” Liza, 17 tahun, yang mengatakan sebentar lagi sahabatnya akan pindah ke sebuah provinsi yang jauh. Liza akan mencoba untuk selalu menghubunginya. Namun, ia berpikiran realistis tentang kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi.
“Mungkin, situasi akan akan membuatnya enggak ngubungin aku lagi. Aku enggak akan kecewa,” ucap Liza.
Sumber: Buku Pintar Cewek Pintar - Everything a Girl Must Know