Kasus Cindy
Cindy, 16 tahun, naksir berat sama seorang cowok keren. Namun, dia enggak tahu, apakah cowok itu punya felling yang sama dengannya atau tidak. Cindy sungguh-sungguh terpikat sama, tuh, cowok meskipun ada banyak perbedaan di antara mereka. Selain beda suku dan beda agama, cara pandang mengenai hubungan percintaan pun berseberangan. Kalau Cindy menganggap hubungan percintaan itu sakral dan harus dirawat dengan penuh perhatian dan loyalitas, si cowok easy going dan punya kecendrungan jadi playboy cap kampret.
Cindy sempat bingung bagaimana ia harus menyikapi perasaannya. Namun, pikiran rasionalnya kemudian mampu menundukkan perasaan cintanya yang meluap-luap. Ia berkesimpulan bahwa perbedaan di antara mereka dapat jadi batu sandungan nantinya. Cindy pun memutuskan mundur sebelum “masuk arena” lalu kepentok-pentok. Bukannya nyerah sebelum bertempur, pertimbangan Cindy cukup berdasar. Pertama, Cindy belum tahu bagaimana perasaan si cowok pujaan terhadapnya. Kedua, perbedaan-perbedaan yang ada pada mereka cukup prinsipil. Itulah yang mendorong dia memutuskan untuk enggak nurutin gejolak rasa cintanya. Ia milih untuk memperluas pergaulan dan nambah kenalan. Baginya, itulah jalan yang baik buat dapetin pasangan yang pas buat dirinya.
Kasus Lidya
Ini pengalaman Lidya, 18 tahun. Ia kehilangan rasa percaya diri, bahkan cenderung menjadi seorang yang pesimis dan rendah diri. Gara-garanya, sewaktu kelas dua SMP Lidya naksir kakak kelasnya. Terhadap cowok cool yang dikenalnya saat latihan pramuka itu, ia fall in love habis-habisan. Sayangnya, “Aku bertepuk sebelah tangan,” ucapnya.
Sejak saat itu, rasa percaya diri Lidya jadi jeblok. Kekecewaan yang mendalam itu membuat Lidya merasa enggak berharga di depan cowok sehingga selalu menutup dirinya.
“Aku udah berusaha ngelupain kekecewaan itu, tapi enggak berhasil,” keluhnya.
Pertanyaan mengapa cowok itu enggak menyukainya terus terngiang-ngiang di benaknya hingga sekarang. Dan, angan-angan untuk dapat memadu kasih dengan doi, terus bergelora di dadanya.
Ia pernah bertanya pada sohibnya, bagaimana cara menghilangkan perasaan itu. Sohibnya menyarankan supaya Lidya nembak cowok itu. Siapa tahu, sebetulnya cowok itu juga suka sama Lidya, tetapi enggak berani nembak karena alasan tertentu. Lidya enggak berani. “Masa cewek nembak cowok duluan? Gimana kalau ditolak? Apa enggak tambah sakit, tuh?”
Hingga duduk di bangku SMU, Lidya terus merasa gelisah. Ia terus bertanya, inikah yang disebut the first love is never die? Setelah mendapat advis dari seseorang yang dipercayainya, Lidya mengambil keputusan. Ia datangi cowok yang ditaksirnya sejak beberapa tahun lalu itu, dan ia tembak. Hasilnya, cowok itu menyatakan bahwa sesungguhnya dulu dia mencintai Lidya, tetapi takut mengungkapkannya. Sekarang, doi sudah punya cewek.
Lidya memang kecewa, tetapi rasa mindernya berangsur hilang. Kini, dia tahu, bahwa dirinya bukan enggak punya daya tarik seperti yang disangkanya dulu.
Kasus Sohib Maya
Maya, 17 tahun, menceritakan pengalaman sohibnya yang berkali-kali naksir cowok dan bertepuk sebelah tangan. Yang memprihatinkan, enggak satu pun dari cowok itu tahu kalau si sohib naksir mereka. Si sohib, kata Maya, curhat terus sama dia. Berkali-kali dia menanyakan kepadanya, “May, kenapa sih selalu gue yang suka duluan sama cowok? Kenapa enggak ada cowok yang nembak gue? Apa emang enggak ada cowok yang suka sama gue?”
Memang, sih, menurut Maya sohibnya ini enggak terlalu cantik dan enggak terlalu cerdas, alias biasa-biasa saja. Namun, sebagai sohib, Maya ingin membesarkan hatinya. Lalu, nasihatnya pada si sohib:
Kalau memang suka sama cowok, pede aja lagi. Enggak perlu merasa malu buat memulai PDKT. Asal enggak sampai malu-maluin (misalnya, pura-pura kejang atau stroke di depan dia), tancap gas terus!
Tahapannya: Mula-mula, senyumlah setiap kali ketemu doi. Lalu, beranikan diri untuk curi-curi pandang (CCP) ke arah dia. Begitu kamu sering CCP, lama-lama pasti dia akan merasa kalau kamu tuh, punya perhatian khusus sama dia. Apalagi, begitu pandangan kalian saling bertatapan, kamu langsung menunjukkan muka yang bersemu merah dan tersipu-sipu.
Selanjutnya, berusahalah dapat ngobrol sama doi. Dapat secara langsung, dapat juga lewat SMS-an, chatting, e-mail, atau teleponan. Kalau doi enggak kunjung nembak, tembak duluan. Kalau enggak berani, kirimi saja doi surat cinta.
Kalau gagal, itu namanya nasib! Jangan kecil hati, yang penting kan sudah usaha…
Sumber: Buku Pintar Cewek Pintar - Everything a Girl Must Know